Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sample Text

Sample text

Wednesday 9 December 2015

MoveOnKimia

Sebuah undangan dengan ornamen ekslusif dan mewah tersandar rapi di meja kerja Zian, undangan yang tampak telah dipersiapkan sematang mungkin oleh sang pengantin yang akan menikah seminggu lagi. Tertulis nama Maherzian Dirga sebagai penerima undangan suka cita tersebut. Seorang wanita cantik dengan busana putih nan mewah berpose anggun disebelah laki-laki gagah menjadi latar dari undangan tersebut, tampak serasi dan penuh rona bahagia. Nama Fitria Assyfa dan Putra Indra Hutama tertulis dalam kolom mempelai yang berbahagia , diraut tinta emas dengan huruf klasik yang menawan, nama yang sangat ia kenal bahkan semenjak bertahun lalu. Putra adalah sahabat kecil Zian, teman pertama yang telah banyak berbagi cerita dan pahit manis perjuangan dengannya. Fitria Assyfa, Zian berulang kali menatap nama dan fotonya di undangan untuk memastikan apa yang ia lihat, sudah dua hari undangan itu tergeletak dan Zian masih ragu akan apa yang ia terima. Kepalanya penuh dengan pertanyaan, pikirannya tak bisa mencerna hal lain dan terus terfokus kepada Fitri,sang calon pengantin wanita yang telah menjalin kasih dengannya selama empat tahun.
Langit malam di jakarta hari itu tampak gelap di hiasi rintik gerimis, suasana jalanan yang penuh sesak oleh kemacetan terlihat dari jendela ruang kerja Zian. Seisi kantor lengang tak berpenghuni ditinggal pulang para karyawan dan Zian masih mematung menatap layar komputer, sesekali ia menoleh ke arah jendela untuk mengecek kondisi jalanan.
“Kopinya pak.” Tawar pak Iwan, office boy yang selalu setia menemani kala Zian bekerja lembur.
“Oh, iya. Terima kasih pak Iwan “ Jawab Zian ramah
“Sibuk pak Iwan ? kalau nggak sibuk temenin saya ngobrol dong pak.” Pinta Zian kepada pria paruh baya yang sudah ia anggap orang tuanya sendiri, orang pertama yang ia kenal di perusahaannya sejak setahun lalu ia memulai kerja.
“Boleh pak … kelihatannya pak Zian beberapa hari ini lesu sekali, kalau tidak keberatan cerita sama saya pak, mana tau saya bisa bantu bapak.” Sambut pak Iwan penuh kedewasaan
Perbincangan antar pria lintas generasi tersebut berlangsung santai dan penuh makna hingga pukul sebelas malam. Zian yang memang sudah percaya dan menganggap pak Iwan adalah guru kehidupan baginya tidak ragu dan canggung menceritakan permasalahannya. Ia mencurahkan segala kegundahan kepada pak Iwan akan pacarnya yang tanpa sebab jelas memilih menikah dengan sahabat kentalnya sendiri, pak Iwan dengan penuh rasa empati mendengarkan baik-baik sembari memperhatikan isi undangan yang Zian terima. Begitu pula Zian yang dengan penuh sekssama mendengar wejangan dari pria bijak tersebut, mulai dari sudut pandang agama hingga logika serta kalimat-kalimat mutiara yang terangkai dari pengalaman perjalanan hidup pak Iwan.
***
Jalanan tampak lengang diterangi lampu-lampu , rintik dari langit masih membekas di kaca mobil Zian yang bergerak pelan menuju rumah dinasnya. Perasaannya pun tak ubah suasana malam akhir pekan tersebut, ia merasa sendiri, ditinggalkan tanpa penjelasan atau lebih seperti di khianati. Zian memutar kembali memorinya saat pertama bertemu dengan Fitri di acara ospek kampus hingga menjalin kasih selama tiga tahun dan harus menjalani Long Distance Relationship karena tuntutan pekerjannya sebagai supervisi operasional disebuah perusahaan ekspedisi. Setahun menjalani hubungan jarak jauh dengan kekasihnya di Pontianak, tidak ada tanda maupun kendala yang berarti, semuanya tampak baik dan hangat seperti biasanya ketika mereka masih sering berakhir pekan bersama atau menghabiskan waktu libur dengan travelling bersama para sahabat. Segalanya baik-baik saja hingga undangan pernikahan itu ia terima.
Minggu pagi cerah menyambut Zian, suasana masih cukup tenang pagi itu dari hiruk pikuk aktifitas warga sekitar rumah yang ia beli dari hasil kerjanya, rumah yang ia persiapkan untuk keluarga kecilnya kelak. Keluarga yang ia rencanakan seperti ucapannya saat terakhir bertemu Fitri lalu pergi ke Jakarta. Namum pagi ini Zian kehilangan dirinya sendiri dan tujuan besar dalam hidupnya, seketika segala hal yang ia lihat dan sentuh menjadi pemantik perasaan hancur pada hatinya. Cerah dan hangatnya pagi tak lagi menyemangatinya, malah seakan menjadi mendung hitam yang menyelimuti dirinya. Bangun dari tempat tidur dengan wajah kusut dan tampak lelah, matanya menatap nanar penuh luka kearah undangan pernikahan belahan hatinya dengan sahabat karibnya sendiri. Sepagi itu Zian sudah didera duka, ingatannya seketika kembali ke masa dimana ia dan Fitri berjanji akan saling berjuang untuk hidup bersama, memiliki anak dan menjadi orang tua. Perasaan indah saat itu seketika menjadi luka yang ngilu baginya, harapan akan masa depan dengan Fitri selalu menjadi motivasinya untuk terus berkembang dan menjadi lebih baik dalam segala hal kini menguap.
“Selamat pagi bro, jadi kita jalan, ke tempat biasa kan ?” Sapa Marsel dari depan pintu penuh semangat.
Zian yang sudah rapi dengan style cassualnya hanya tersenyum simpul, mengisyaratkan setuju kepada Marsel.
***
Sepanjang perjalanan Zian tak menegeluarkan sepatah katapun, seperti patung. Matanya menerawang entah kemana, dua hari lagi ijab kabul Fitri dan Putra dan tentu saja ia tak bisa melakukan apapun untuk menahan peristiwa tersebut. Marsel yang fokus dengan stir mobil menurunkan kecepatan, tangannya memencet tombol radio di dashboard dan mencari-cari channel musik untuk mengisi suasana perjalanan. Marsel mahfum betul dengan sahabat yang ia kenal sejak bangku SMA tersebut, ia tahu betul cara berfikir sahabatnya yang memilih diam dan mengolah rasanya sendiri tanpa bantuan siapapun saat menghadapi masalah. Ia maklum dan sabar menunggu Zian membuka pembicaraan, ia pun berfikir dan mempertanyakan kesanggupannya jika didera masalah seberat Zian.
“Good morning guys…apa kabar anda hari ini ? Semoga sahabat dalam kondisi terbaiknya dan selalu bersemangat. Gimana malam minggu nya ? Sukses dong ya…” sapa seorang penyiar dari radio dengan hangat dan semangat .
“Singgah bentar ya Ian. Gua kebelet nih. Hehe “ pinta Marsel
“Yoi, gua juga pingin beli minum nih, seret” sahut Zian.
“Baiklah…untuk menemani aktivitas sobat pagi ini kita bakal puterin lagu yang bikin semangat… sebuah single terbaru dari Musikimia tentunya pas banget bikin up para pendengar semua. Lest ceck it out.” Tutup penyiar radio.
“Musikimia ?, personelnya yang dari Band Padi itu kan bro ?” Tanya Zian kepada Marsel yang asyik menyetir.
“Yoyoi bro… pernah dengar ? Asik tuh lagunya, naikin dikit volumenya bro.” Balas Marsel dengan wajah lega, akhirnya si jenius tampan yang sedang galau itu buka mulut juga setelah lebih satu jam berdiam.
“Saat dirimu..
Terhanyut dalam sedih yang kau rasakan
Seperti mendung hitam
Cobalah kau sadari
Bahwa hidup terlalu indah untuk kau sesali”
Dentuman musik, syair dan lirik lagu yang baru ia dengar dari suara yang sudah akrab ditelinganya sejak SMP tersebut memenuhi seisi mobil yang melaju kencang. Zian yang seorang penikmat musik sejati serta fans dari band Padi yang kini menggawangi Musikimia itu tanpa terencana seketika meresapi tiap kata berlantun khas suara vokalis bernama lengkap Andi Fadly Arifudin atau yang akrab disapa Fadly tersebut. Isi lagu hits tersebut seakan menggambarkan apa ia rasakan sekaligus menasihati dirinya.
“Dan bernyayilah
Senandungkan suara isi hati
Bila kau terluka
Dengarkan alunan lagu
Yang mampu menyembuhkan lara hati
Warnai hidupmu kembali
Menarilah….haaa…haaa…
Bernyanyilah….haaa…haaaa….”
Zian menyentakkan jari telunjuknya, mengetuk-ngetuk seirama dengan beat lagu penuh makna tersebut. Hatinya perlahan seakan berjalan keluar menuju titik cerah diiringi lirik dan lantunan lagu. Zian perlahan berlogika akan kehidupannya yang penuh warna. Ia mulai menyadari bahwa selama ini perjalanan hidupnya dikelilingi oleh oarang-orang terbaik yang selalu mendukungnya untuk berkembang dan sukses, meski tak sedikit juga luka, jatuh dan kecewa mengisi kesehariannya, namun ia selalu dapat bangkit kembali. Seperti saat ini, hal yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi padanya dan membuatnya begitu terpuruk, merasa seakan dunia berakhir untuknya dan tidak ada lagi hal lebih buruk terjadi selain ditinggal kekasihnya menikah dengan sahabatnya sendiri. Namun satu sisi kelelakiannya mengambil alih untuk melecut dirinya agar berdiri kembali, menasihatinya dengan bijak bahwa apa yang ia alami sekarang adalah hal terbaik yang pantas baginya, menyadarkan dirinya bahwa Tuhan selalu memberikan apa yang ia butuhkan, bukan yang ia inginkan. Pikirannya kembali mengingat nasihat pak Iwan tentang kepiluan yang menimpanya sekarang, nasihat terbaik yang ia dapat sepanjang ia bisa mengingat. Pak Iwan membagikan pengalaman bijaknya dalam menghadapi setiap problema hidup, bahwa semakin baik kualitas diri kita maka akan semakin besar pula ekspektasi kehidupan terhadap diri kita, karena manusia dipilih untuk memberi makna dan pelajaran kepada manusia lainnya berdasarkan kualitas serta cara pandangnya terhadap masalah.
“saat jiwamu
Terlarut dalam gundah dan se akan
Tiada jalan gobloktainment keluar
Cobalah kau pahami bahwa hidup ini
Terlalu singkat untuk disesali”
Marsel meilirik kearah Zian dan tersenyum, ia merasakan sedikit semangat dan logika sahabat baiknya tersebut mulai kembali. Dengan suara seadanya Marsel bernyanyi mengikuti suara emas suami Dessy Aulia tersebut.
Zian tersenyum kecil, hatinya mengatakan pada pikirannya bahwa orang disampingnya sekarang, kedua orang tuanya di rumah, adik-adiknya serta rekan dan sahabatnya tak pernah menginginkannya mengalami kedukaan.Sesuatu didalam diri Zian mengatakan orang-orang terbaik yang selalu ada didekatnya dalam keadaan apapun adalah alasan terbaiknya untuk bangkit kembali.
***
Selembar matras, beberapa bungkus cemilan serta kompor mini berbahan bakar spiritus tertata rapi. Marsel tampak menikmati meracik kopi kemudian menyeduh air panas dari atas kompor mini yang selalu mereka bawa saat berakhir pekan menikmati sejuk dan hijaunya puncak Bogor. Tempat yang selalu mereka kunjungi minimal dua kali sebulan untuk melepas lelah dan penat pekerjaan kantor, tempat yang selalu mampu menjadi penawar kerinduan mereka akan kegiatan hiking semasa kuliah.
“Judul lagu yang tadi di radio apaan ya bro ? lupa gua.” Tanya Zian.
“Yang mana ? banyak banget lagu tadi yang diputer di radio.” Tanya Marsel balik
“Yang Fadly nyanyiin…” Jawab Zian
“Dan Bernyanyilah by Musikkimia” Jawab Marsel sambil menyodorkan secangkir kopi hangat kepada Zian.
Zian membuka tas kecilnya dan mengambil tablet, beberapa saat terdengar lantunan lagu yang tadi mereka dengar. Marsel menatap sahabatnya dalam, ekspresinya seakan penuh tanya sementara Zian hanya tersenyum dan menyeruput kopi hangat dari cangkir stainless bertuliskan “FITRI” dengan spidol permanen warna hitam.
“Udah…. jangan khawatir sama gue segitunya kali…” celetuk Zian seakan sudah tahu isi kepala sabahatnya tersebut.
Marsel menghela nafas dan tersenyum, kelegaan tampak meraut diwajahnya. Seperti yang ia yakini, si pendiam penuh wibawa tersebut tak akan pernah berlama-lama dalam hal galau.
“Saat dirimu..
Terhanyut dalam sedih yang kau rasakan
Seperti mendung hitam
Cobalah kau sadari
Bahwa hidup terlalu indah untuk kau sesali
Dan bernyayilah
Senandungkan suara isi hati
Bila kau terluka
Dengarkan alunan lagu
Yang mampu menyembuhkan lara hati
Warnai hidupmu kembali
Menarilah….haaa…haaa…
Bernyanyilah….haaa…haaaa…

saat jiwamu
Terlarut dalam gundah dan se akan
Tiada jalan gobloktainment keluar
Cobalah kau pahami bahwa hidup ini
Terlalu singkat untuk disesali

Dan bernyayilah
Senandungkan suara isi hati
Bila kau terluka
Dengarkan alunan lagu
Yang mampu menyembuhkan lara hati
Warnai hidupmu kembali
Bernyanyilah….haaa…haaaa….
Menarilah….haaa…haaa…
Nyayikan apa yang kau rasakan
Rasakan apa yang kau nyanyikan
Nyanyikan apa yang kau rasakan
Rasakan

Dan bernyayilah
Senandungkan suara isi hati
Bila kau terluka
Dengarkan alunan lagu
Yang mampu menyembuhkan lara hati
Warnai hidupmu kembali
Bernyanyilah….haaa…haaaa….
Zian dan Marsel bernyanyi lepas mengikuti iringan lagu yang mereka putar entah sudah berapa kali via Youtube tersebut.
***
Zian mengaktifkan Smartphone nya dan mencari nama di kontak untuk ia hubungi, searching name contact berhenti di nama Fitri dan panggilan keluar dimulai. Zian menghela nafas, menenangkan dan meyakinkan diri.
“Assalamualaikum…” sapa Zian saat nada panggilan tersambung
“Waalikumsalam…” jawab seseorang dengan suara berat di ujung telefon
“Maaf… betul ini nomor Fitria Assyfa ?” tanya Zian penuh heran
“Masa sih salah sambung” kata Zian dalam hati.
“Betul nak Zian…ini om Firman… udah diterima undangannya nak ?” Tanya ayah Fitri balik
“Oh, om Firman, maaf om, hehe, Fitrinya kemana om ?” kata Zian
“Fitri lagi sibuk siap-siap buat acara ijab kabul Ana besok, om liat nama kamu yang telfon. Jadi om langsung angkat aja, ngomong-ngomong kamu kapan nyusul sama Fitri, Ian ?, masa Fitri disalip adik kembar sendiri ?” Canda pak Firman hangat
Zian seketika tersentak, kebingungan kembali menyerangnya.
“Om, mohon maaf sebelumnya. Tapi nama mempelai di undangan…” belum selesai Zian bertanya, ayah Fitri segera memotong pembicaraan.
“Oh itu, iya. Om yang harusnya minta maaf, undangan buat kamu spesial dari Purta, baru om mau sampaikan kalau nama di undangan harusnya Fitriana Assyfa, bukan Fitria Assyfa.”


TAMAT

0 komentar:

Post a Comment