Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sample Text

Sample text

Wednesday 9 December 2015

I Will Marry You Ce Gu (2)

Image Source : imagebuddy.com

Zaky tampak sibuk dengan gadgetnya , mengecek dan membalas email masuk dari rekan kerjanya di lapangan . Meski hari libur ia masih harus berkoordinasi karena memang perusahaan tempatnya beroperasi full time dan lagi ia merupakan supervisi bagian operasional armada yang tidak mengenal libur. Seorang pelayan datang menghampiri Zaky dengan pesanan makan siang yang sejak tiga puluh menit tadi ia tunggu. Suasana siang penuh aktifitas di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Malang, Zaky hanya memperhatikan lalu lalang pengunjung sembari menikmati makan siangnya di sebuah cafe di salah satu sudut pusat perbelanjaan dengan view pemandangan taman kota .
Dering panggilan masuk mengalihkan perhatian Zaky, terlihat dilayar ponselnya panggilan dari Susanti.

“Assalamualaikum…. ” Sambut Zaky sambil tersenyum.

“Waalaikumsalam….” jawab Susanti di ujung telepon.”Lagi apa bang ?, udah makan siang ?, Sudah Sholat ?” sambung Susanti .

“Sholat sudah dong….ini lagi makan siang, Santi apa kabar ?” Tanya Zaky balik.

“Alhamdulillah baik…Ayah titip salam sama abang. Ada pesan juga dari ayah buat abang” Balas Susanti

“Waalaikumsalam….Apa kabar ayah ?, wah. pesan apa Santi ?” Tanya Zaky penasaran
“Ayah pesan lebaran tahun ini kalau bisa abang di Pontianak” jawab Susanti lugas

“Oh ya ? abang memang berencana pulang dan berlebaran di pontianak Ce Gu, udah dua tahun ini ga pulang.”

Susana hening beberapa saat, seperti biasa ketika Zaky dan Susanti bicara via telepon. Susanti tampak serba salah dan bingung untuk memulai topik pembicaraan yang ayahnya bahas mengenai keseriusan Zaky dengannya. Sementara Zaky segera menyudahi makan siangnya dan duduk santai sambil menikmati jus apel kemudian melanjutkan perbincangannya dengan belahan hatinya.
“Halo….who is speaking ?”canda Zaky.
“Iya….udah selesai makannya ?” tanya Santi
“Alhamdulillah selesai. Sepertinya ada hal penting yang ingin Santi sampaikan ke abang.” jawab Zaky
“Hmm.. bang. Kalau abang diminta segera melamar Santi, apa abang sudah siap ?” tanya santi dengan memberanikan diri
Zaky terdiam sejenak, ia mengusap mukanya dan berfikir dalam. Perasaannya seketika gamang, penuh tanya dan pikiran-pikiran kusut. Bagaimana tidak, pertanyaan Susanti memanggil kembali memori tentang keinginan ayahnya saat berbincang di telefon beberapa waktu lalu. Ia sudah mengira orang tua Susanti akan mempertanyakan hal tersebut cepat atau lambat. Apalagi hubungan mereka sudah cukup lama, dari Susanti awal masuk kuliah sampai ia mengajar sebagai guru. Sementara di satu sisi Zaky adalah lelaki yang hidup dengan prinsip dan target, ia sama sekali belum memikirkan tentang membangun keluarga. Zaky masih berfokus dengan kematangan finansialnya, meningkatkan karir, membangun  rumah dan fasilitas lain yang kelak akan menjadi modal hidupnya dengan keluarga kecilnya. Namun Zaky juga tidak pernah merencanakan untuk hidup dan membangun keluarga dengan siapapun kecuali Susanti.
Susanti gelisah menunggu jawaban dari Zaky diujung telepon, tampak wajah khawatir meraut. Ia tidak khawatir akan wanita lain yang mengalihkan kesetiaan pria yang selalu ada didalam setiap doanya, pria yang selalu ia pinta kepada Tuhan untuk menjadi imam dunia dan akhiratnya tersebut. Santi sangat tahu bahwa Zaky adalah salah satu lelaki setia dan bertanggung jawab atas apa yang ia putuskan. Yang Susanti Khawatirkan adalah ketidaksiapan Zaky memenuhi tuntutan orang tuanya. Satu sisi Susanti juga ingin mengulur waktu pernikahan mereka sembari memapankan diri masing-masing baik secara finansial maupun mental, malah sebelum tuntutan ayahnya yang mengharuskan mereka menikah tahun depan, ia berencana akan menikah dua tahun lagi. Namun di sisi lain ia juga mengerti  kegundahan orang tuanya akan anak gadis bungsu mereka itu, selain memang usia yang sudah cukup untuk membangun rumah tangga, ada sebuah paradigma di tempat tinggalnya bahwa jika wanita di usia Susanti belum menikah, maka yang bersangkutan sudah di cap sebagai dara tua. Memang tidak bisa disalahkan hal semacam ini jika dilihat dari kultur dan budaya yang masih sangat kental ditempat tinggal Susanti.
***
Bersambung…

0 komentar:

Post a Comment